Apa yang harus ditafakuri ?
Sesungguhnya buah dari tafakur adalah keyakinan-keyakinan
Ilahiyyah yang akan memudahkan kita dalam pengendalian diri agar dapat selalu
taat pada keinginan Allah dan Rasul~Nya. Oleh karena itu banyak obyek yang
dapat ditafakuri, antara lain :
- Bertafakur mengenai tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah; akan lahir darinya rasa tawadhu (rendah hati) dan rasa takzim akan keagungan Allah,
- Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur kepada Allah,
- Bertafakur tentang janji-janji Allah; akan lahir darinya rasa cinta kepada akhirat,
- Bertafakur tentang ancaman Allah; akan lahir darinya rasa takut kepada Allah,
- Bertafakur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah sementara Ia selalu mencurahkan karunianya kepada kita; akan lahir darinya kegairahan dalam beribadah.
Contoh-contoh tafakur :
- Bila direnungkan, sedetik dari hidup ini pun sudah mukjizat. Bagaimana kita bisa bernafas, punya jantung yang berdetak, mata berkedip, telinga yang dapat mendengar, lidah yang dapat merasakan kenikmatan makanan, dan seterusnya. Semuanya sungguh menakjubkan! Ketika gigi kita tanggal satu, kita menjadi susah makan. Ya Allah, gigi satu hilang begitu susahnya. Sekian tahun Engkau berikan gigi itu, baru sekarang disadari artinya ketika dia copot. Satu gigi menjadi begitu bernilainya, lalu bagaimana dengan tangan, hidung, mata, telinga dan otak? Dengan bertafakur seperti ini, akan timbul rasa malu. Betapa Allah telah memberikan karunia yang sangat banyak, tetapi kita tidak mengabdi kepada~Nya dengan bersungguh-sungguh.
- Untuk tafakur yang agak berat, marilah kita ikuti renungan kekhawatiran seorang manusia yang sadar akan adanya kehidupan setelah kematian :
Sesaat setelah
rohku berpisah dengan jasad, yaitu ketika aku mulai memasuki alam kehidupan
yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat yang memberikan salam
kepadaku :
Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau dunia
yang meninggalkanmu? ‚ Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau
dunia yang merengkuhmu? Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau
dunia yang mematikanmu?
Ketika jasadku
digeletakkan menunggu untuk dimandikan, mampukah aku tegar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan malaikat kepada- ku : Wahai anak Adam,
dimanakah tubuhmu yang kuat itu, mengapa kini engkau tidak berdaya? ‚ Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang
lantang dulu, mengapa kini engkau terdiam?
Wahai anak Adam, dimanakah orang-orang yang mengasihimu, mengapa kini
mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya?
Sewaktu
mayatku dibaringkan di atas kain kafan, siap dibungkus, mampukah aku menuruti
apa yang dikatakan malaikat : Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa
bekal! ‚ Wahai anak Adam, pergilah dari
rumahmu dan jangan kembali! Wahai anak
Adam, naikilah tandu yang tidak akan pernah engkau nikmati lagi setelah itu!
Tatkala
jenazahku dipikul di atas keranda, sanggupkah aku bersikap anggun seperti
seorang raja yang ditandu perajurit, ketika malaikat berseru kepadaku : Wahai anak Adam, bahagialah engkau apabila engkau termasuk orang-orang
yang bertobat, ‚ Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila selama di dunia
engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul~Nya, Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila
yang menjadi teman abadimu di alam kubur adalah ridha Allah, celakalah engkau
apabila teman abadimu murka Allah!
Ketika aku
dibaringkan untuk dishalati, akankah diriku mampu bersikap 'manis' tatkala
malaikat berbisik di telingaku : Wahai anak
Adam, semua perbuatan yang telah
engkau lakukan akan engkau lihat kembali, ‚ Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau
tenggelam dalam amal soleh maka
bergembiralah, Wahai anak Adam, apabila
selama ini engkau tenggelam dalam kemaksiatan menuruti nafsu, maka sambutlah
penderitaan akibat keenggananmu mengabdi kepada~Nya!
Sewaktu
jasadku berada di tepi kubur siap untuk diturunkan ke liang lahat, akankah lidahku kelu menjawab
pertanyaan malaikat yang berbisik lirih :
Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau
bawa untuk menempati rumah cacing ini?
‚ Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menempati
rumah yang gelap ini? Wahai anak Adam,
siapakah temanmu yang kau ajak menemanimu dalam penantian panjang ini?
Tatkala aku
sudah diletakkan di liang kubur, masih mampukah aku tersenyum menjawab ucapan
selamat datang yang disampaikan bumi kepada-ku : Wahai anak Adam,
ketika berada di punggungku engkau bergelak tawa, kini setelah berada di
perutku apakah engkau akan tertawa juga, ataukah engkau akan menangis menyesali
diri? ‚ Wahai anak Adam, ketika
berada di punggungku engkau bergembira ria, kini setelah berada di perutku
apakah kegembiraan itu masih tersisa, ataukah engkau akan tenggelam dalam duka
nestapa? Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bersilat lidah,
masihkah kini engkau "bernyanyi" ataukah engkau akan diam membisu
seribu bahasa bergelut dengan penyesalan?
Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit
bumi tanpa daya dalam liang lahat, sementara sanak keluargaku beserta
teman-teman karibku pulang ke rumahnya masing-masing, akankah kecemasan
menguasai diriku ketika Allah swt
berfirman : "Wahai hamba~Ku, sekarang engkau terasing-kan sendirian.
Mereka telah pergi meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal
dulu engkau membangkang tidak mau taat kepada~Ku semata-mata untuk kepentingan
mereka. Balasan apa yang engkau peroleh dari mereka? Masih pantaskah engkau
mengharapkan surga~Ku?"
Saduran bebas dari : "Jalan ke Hadirat
Allah" : Syamsul Rizal.
Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir. Permadi Alibasyah
Gambar : www.pixabay.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar