Rabu, 14 September 2016

PESAN SANG AYAH DALAM SEBUAH BUKU



Nanda yang Ayah sayangi,

Ayahmu ini bukanlah seorang ulama atau ahli bahasa arab, dan Ayah tidak pula menguasai 14 ilmu. Ayahmu hanyalah orang biasa, yang kebetulan saja ketika menyelami samudera Ilahiyyah, menemukan banyak mutiara. Nah, mutiara-mutiara inilah, yang ingin Ayah bagi-bagikan kepada kalian berdua khususnya, yaitu sebagai bekal dalam pengembaraan kalian di alam dunia ini.

Rasulullah saw.,manusia paling bijak dan paling mulia yang menjadi panutan kita, dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori pernah bersabda:

Aku telah datang ke surga, maka terlihat olehku kebanyakan mereka adalah para fakir miskin; dan tatkala aku menjenguk ke neraka, terlihat olehku kebanyakan mereka adalah perempuan.

Insya Allah, buku “Renungan Kalbu” ini dapat bermanfaat sebagai tuntunan untuk memudahkan Nanda dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga di alam pengembaraan ini Nanda dapat hidup bahagia, dan diakhir perjalanan nanti terhindar dari kategori perempuan sebagaimana yang dimaksud oleh Rasulullah saw di atas.

Adapun saat yang paling tepat untuk memahami apa yang dipaparkan dalam buku ini  yaitu pada waktu jiwa Nanda sedang “kasmaran” kepada Allah, karena pada saat seperti itulah Allah membuka hati Nanda untuk dapat menerima ayat-ayat-Nya (lihat surat At-Taghaabun ayat 11). 

Seorang sufi yang terkenal pada zamannya, yaitu Abdurrahman Ad-Darani (wafat tahun 830M) berkata, 

“Jika dunia telah menempati hatimu, maka akhirat akan pergi darimu.” 

Pengalaman Ayah juga telah membuktikan kebenaran akan hal itu, yaitu bila hati kita sedang didominasi oleh masalah-masalah keduniawian, maka hati ini akan buta sehingga tidak dapat memahami ayat-ayat-Nya. Dengan demikian bila jiwa atau hati Nanda sedang dikuasai oleh kentalnya masalah keduniawian, maka membaca buku ini tidaklah akan banyak manfaatnya.

Buku yang Ayah susun khususnya untuk Nanda berdua ini merupakan intisari, oleh karena itu harus dibaca perlahan-lahan, memahami makna kalimat demi kalimat, serta sesekali perlu berhenti untuk bertafakur mencoba menguraikannya sendiri agar terasa lebih meresap. Nanda tidak akan memperoleh manfaat yang berarti bila catatan ini dibaca sambil lalu seperti ketika membaca novel atau majalah. Pesan Ayah, bacalah catatan ini berulang-ulang, terutama ayat Al-Qur’annya, agar pemahaman Nanda semakin kaya dan dalam. Seorang ahli tafsir terkemuka dari Mesir, yaitu Ibrahim ibn ‘Umar Al-Biqa’iy, mengatakan:

“AYAT-AYAT AL QUR’AN ITU BAGAIKAN INTAN;
SETIAP SUDUTNYA MEMANCARKAN CAHAYA YANG BERBEDA DENGAN APA YANG TERPANCAR DARI SUDUT-SUDUT LAIN.
DAN TIDAK MUSTAHIL JIKA ANDA MEMPERSILAHKAN ORANG LAIN MEMANDANGNYA, MAKA IA AKAN MELIHAT LEBIH BANYAK KETIMBANG APA YANG ANDA LIHAT.”

Al-Qur’an diturunkan Allah bukanlah untuk diperlakukan sebagai syair, apalagi sebagai mantera. Tetapi ia merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia.
Sebagai pedoman hidup yang memuat resep-resep untuk dapat bahagia di dunia dan menempati surga di akhirat kelak, tentunya tempat Al-Qur’an bukan di lemari buku, tetapi ia harus diletakkan di dalam kalbu. Jangan biarkan kitab terindah ini tertutup, jadikanlah ia sebagai  satu-satunya sistem nilai yang mendasari sikap Nanda dalam menjalani kehidupan ini. Ayah sebenarnya tidak terlalu berharap Nanda mampu untuk mengamalkan semua isi yang terdapat pada “Renungan Kalbu” ini, tetapi yang Ayah inginkan Nanda dapat mengerti keseluruhannya, sehingga bila Nanda melakukan kesalahan dapat segera memperbaikinya.

Nabi kita yang mulia, Muhammad Rasulullah saw, dalam hal ini pernah bersabda:

“Semua anak Adam juru salah… dan sebaik-baiknya orang-orang salah itu adalah yang cepat bertaubat.”

Akhirnya Ayah berdoa kepada Allah SWT, semoga usaha Ayah ini tidaklah sia-sia belaka. Amiin.

Jakarta, 5 September 2005




Permadi Alibasyah


Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah