Senin, 06 November 2017

PERJANJIAN KETUHANAN


Setiap jiwa secara kodrati mampu 'mengenal' Allah, karena memang sebelum jiwa itu dihembuskan ke dalam jasadnya, ia telah mengakui akan Tuhan.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu menge-
luarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab : "Betul (Eng-
kau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
 kamu tidak mengatakan :  "Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."
Al-A'raaf (7):172

Meskipun manusia pada umumnya tidak merasa bahwa dirinya dahulu di alam ruh pernah mengadakan perjanjian dengan Tuhan, namun hal ini dapat dibuktikan, yaitu semua manusia dalam keadaan tertentu akan mempunyai perasaan ketuhanan dalam hatinya. Sebenarnya wajar-wajar saja bila manusia tidak ingat bahwa dulu ia pernah mengadakan perjanjian dengan Tuhannya. Jangankan peristiwa yang terjadi di alam ruh ribuan tahun yang lalu, kejadian di masa kanak-kanak saja, sudah banyak yang terlupakan. Adapun sebab utama pengingkaran manusia atas perjanjian ini, bukanlah lantaran ia lupa dengan janjinya itu, tetapi hal ini lebih disebabkan karena kuatnya pengaruh lingkungan, seperti paham materialisme, sekularisme, atau pun ateisme. Pengaruh lingkungan inilah yang sebenarnya mengakibatkan manusia terlena menghabiskan waktu-nya dalam senda gurau duniawi yang tak habis-habisnya. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (kodrat manusia untuk berserah diri kepada Allah). Orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau pun Majusi."

Mudah-mudahan dengan menghayati hal ini kita dapat terhindar dari golongan orang-orang yang lalai dengan janjinya. Apalagi Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa Ia sangat tidak menyukai orang yang berkhianat  (Al-Hajj : 38)
Sumber: Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar:www.pixabay.com

Senin, 28 Agustus 2017

PEMBANGKANGAN PADA ALLAH DAN RASUL~NYA AKAN BERAKHIR DENGAN KESENGSARAAN



Sesungguhnya orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul~Nya  pasti
mendapat  kehinaan sebagaimana orang-orang
yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan.
 Sesungguhnya Kami telah menurunkan
bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang
yang kafir ada siksa yang menghinakan.
Al-Mujaadilah (58):5

Sesungguhnya orang-orang yang menen-
tang Allah dan Rasul~Nya, mereka termasuk
orang-orang yang sangat hina.
Al-Mujaadilah (58):20

Pada hari ketika muka mereka di-
bolak-balikkan dalam neraka,  mereka berkata :
 "Alangkah baiknya, andaikata dahulu kami taat
kepada Allah dan taat pula kepada Rasul."
Al-Ahzab (33):66


Manusia yang diibaratkan sebagai kacang yang lupa akan kulitnya :

Dan apakah manusia tidak memper-
hatikan bahwa Kami menciptakannya dari
setitik air (mani), maka tiba-tiba ia
menjadi musuh yang nyata!
Yaasiin (36):77


Asal dari semua pembangkangan adalah karena rela menuruti hawa nafsu.

Sedangkan asal dari ketaatan, adalah karena ketidak-relaan jiwa menuruti nafsu.



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar:www.pixabay.com

Senin, 14 Agustus 2017

KETAATAN PADA ALLAH DAN RASULULLAH KUNCI SUKSES DUNIA & AKHIRAT


Dan barangsiapa yang mentaati Allah
dan Rasul~Nya, mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang di-
anugerahi nikmat oleh Allah.
An-Nisaa' (4):69

Barangsiapa yang mengikuti petunjuk~Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Al-Baqarah (2):38

Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul~Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada~Nya, maka mereka adalah
 orang-orang yang mendapat kemenangan
An-Nuur (24):52

Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman,
dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhannya).
Shaad (38):30

Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) penolong bagi sebagian yang lain.
 Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
 menunaikan zakat, dan mereka taat kepada
Allah dan Rasul~Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah.
At-Taubah (9):71

Dan  barangsiapa  di antara kamu se-
kalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat kepada
Allah dan Rasul~Nya dan mengerjakan amal
yang saleh, niscaya Kami memberikan kepada-
nya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan
 baginya rezeki yang mulia.
Al-Ahzab (33):31

Hai orang-orang yang beriman,
taatlah kepada Allah dan taatlah kepada
Rasul dan janganlah kamu merusak-
kan (pahala) amal-amalmu.
Muhammad (47):33

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar.  Dialah sebaik-baik hamba.
Sesungguhnya dia amat taat
 (kepada Tuhannya).
Shaad (38):44

Bersabarlah atas segala apa yang
mereka katakan; dan ingatlah hamba Kami
Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya
 dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya
Kami menundukkan gunung-gunung untuk
bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang
 dan pagi, dan (Kami tundukkan pula) burung-
burung dalam keadaan terkumpul. Masing-
masingnya amat taat kepada Allah.
Shaad (38):17-19

Barangsiapa yang taat kepada Allah
dan Rasul~Nya; niscaya Allah akan memasukannya
 ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; dan barangsiapa
yang berpaling niscaya akan diazab~
Nya dengan azab yang pedih.
Al-Fath (48):17

Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul~Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam surga yang mengalir di dalamnya su-
ngai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya,
 dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang-
siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul~Nya
 dan melanggar ketentuan-ketentuan~Nya, nis-
caya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan
baginya siksa yang menghinakan.
An-Nisaa' (4):13-14

Walaupun firman-firman Allah dalam Al-Qur'an sudah sedemikian jelasnya, yaitu kunci sukses dunia & akhirat hanya dapat diraih bila selalu taat mengikuti keinginan-keinginan~Nya, tetapi mengapa masih banyak orang yang membangkang? Salah satu penyebabnya, boleh jadi  karena kebanyakan orang tidak menyadari betapa cintanya Allah pada dirinya. Seandainya saja mereka tahu kadar kecintaan Allah kepadanya, niscaya mereka akan merasa malu untuk membangkang kepada~Nya.
Inilah sebagian kecil bukti kecintaan Allah pada manusia :
  • dibuat~Nya  manusia  bisa  berpikir, dapat membaca dan menulis
  • diberi~Nya kemerdekaan untuk berkehendak
  • dijadikan~Nya sebagai khalifah (wakil)~Nya di bumi
  • diberi~Nya nikmat yang tak terhingga
  • diberi~Nya kitab pedoman hidup untuk menuju bahagia
  • diampunkan~Nya setiap dosa yang dilakukan (kecuali syirik)
  • dilipat gandakannya (10X) ganjaran atas amal saleh yang dilakukannya tetapi pembangkangannya dibalas seimbang.
  • diberi~Nya ganjaran pahala walaupun masih berupa niat
  • diancam~Nya dengan dosa besar setiap pembangkangan yang sebenarnya amat baik untuk diri manusia itu sendiri
  • walaupun telah mati, masih diberikan~Nya juga pahala
  • diberi~Nya lingkungan hidup ( alam raya ) yang harmonis
  • diciptakan~Nya binatang dan buah-buahan
  • ditumbuhkan~Nya biji-bijian


Kebaikan-kebaikan Allah ini dapat dilihat dalam Al-Qur'an antara lain pada : Ibrahim:32-34, An-Nahl:3-13, Al-An'am:95-99, Al-Hijr:19-23, Al-An'aam:160, Thaahaa:82, Hud:90, Al-A'raaf:156, Asy-Syuura:22-23.
Bila seseorang sudah dapat memahami kecintaan Allah pada dirinya, namun ia masih juga tidak mau mentaati keinginan-keinginan~ Nya, maka hendaklah ia segera meminta agar Allah mengganti hatinya!

Kebahagian yang hakiki hanya dapat diperoleh melalui ketaatan
sepenuhnya pada Allah dan Rasulullah saw.   Jangan engkau tukarkan
kebahagiaan yang hakiki itu dengan kenikmatan sesaat!

Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar:www.pixabay.com


Senin, 31 Juli 2017

KETAATAN PADA ALLAH MENJAGA KEHARMONISAN JIWA


Alam semesta ini secara disiplin taat mengikuti aturan tertentu yang dibuat oleh Sang Maha Pencipta / Maha Pengatur. Ketaatan itulah (dalam bahasa Al-Qur'an disebut sunnatullah) yang memungkinkan alam semesta ini dapat kokoh, rapi, dan seimbang.  Bisa dibayangkan akibatnya bila bumi suatu ketika membangkang tidak mau mengikuti aturan yang sudah ditetapkan~Nya untuknya. Pastilah alam raya ini akan rusak binasa.
Jika langit dan bumi taat kepada aturan Sang Maha Pencipta, maka tentulah manusia akan sama halnya dengan alam semesta ini, karena manusia adalah juga makhluk ciptaan~Nya. Semestinyalah manusia wajib memiliki sifat ketaatan pada peraturan yang telah dibuat Allah untuknya (dalam bahasa Al-Qur'an disebut taqwa), karena jika tidak maka manusia tidak akan dapat  "kokoh, rapi, dan seimbang", sehingga akhirnya menyebabkan jiwanya 'sakit'. Ia  akan dilanda oleh rasa khawatir dan gelisah (stress), tidak dapat ikhlas, tidak dapat khusuk, menghalangi sabar, dan lain sebagai-nya.
Rahasia akan hal ini diberitahukan Allah pada kita :

Barangsiapa yang mengikuti
petunjuk~Ku, niscaya tidak ada kekha-
watiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
Al-Baqarah (2):38


“KERUSAKAN" MANUSIA ITU TERJADI KETIKA IA MENGGANTI PERINTAH TUHAN



Sumber: Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar: www.pixabay.com

Senin, 10 Juli 2017

KEUTAMAAN ILMU


Ilmu merupakan bahan dasar untuk bertafakur. Ilmu diperoleh melalui kesungguhan belajar. Seseorang sekalipun dianugerahi otak yang jenius, tetap saja selamanya akan bodoh bila ia tidak mau belajar. Orang yang memiliki banyak ilmu, tidak disangsikan lagi, akan dapat menghasilkan tafakur yang berbobot. Itulah mungkin salah satu sebabnya mengapa Islam meletakkan ilmu di atas segala-galanya. Banyak sekali riwayat Rasulullah saw. yang menerangkan keutamaan ilmu, salah satunya adalah sebagai berikut :

Seorang Anshar bertanya kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, jika ada orang yang meninggal dunia bertepatan dengan acara majlis ulama, manakah yang lebih berhak mendapat perhatian?"   Rasulullah saw. pun lalu menjawab, "Jika telah ada orang yang mengantarkan dan menguburkan jenazah itu, maka menghadiri majlis ulama itu lebih utama daripada melayat seribu jenazah. Bahkan ia lebih utama daripada menjenguk seribu orang sakit, atau shalat seribu hari seribu malam, atau sedekah seribu dirham pada fakir miskin, atau pun seribu kali berhaji; bahkan lebih utama daripada seribu kali berperang di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu!   Tahukah engkau bahwa Allah dipatuhi dengan ilmu, dan disembah dengan ilmu pula? Tahukah engkau bahwa kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan ilmu, sedangkan keburukan dunia dan akhirat adalah dengan kebodohan?"

Sayidina Ali bin Abi Thalib seorang sahabat Rasulullah saw. yang sangat terkenal kebijakannya berkata, "Barangsiapa sedang mencari ilmu, maka sebenarnya ia sedang mencari surga. Dan barangsiapa mencari kemaksiatan, maka sebenarnya dia sedang mencari neraka."

Sementara itu Ibn 'Atha'illah seorang ulama sufi yang wafat tahun 1309 mengatakan, "Ilmu yang paling bermanfaat adalah yang sinar-nya melapangkan dada, dan yang dengannya kalbu tersingkap selubungnya."

Rasanya tidaklah salah bila saya berpendapat bahwa ilmu yang paling utama mestinya adalah ilmu yang dapat membuat pemiliknya berperilaku selaras dengan maksud Allah menciptakan manusia, yaitu untuk beribadah taat mematuhi segala aturan~Nya. Adapun ilmu-ilmu lainnya seperti matematika, kedokteran, atau pun ilmu ekonomi bukannya berarti tidak penting.Tetapi harus diartikan bahwa kepiawaian seseorang dalam ilmu sains atau teknologi menjadi tidak bermakna bila ia tidak dapat berperilaku sesuai dengan tujuan untuk apa ia diciptakan. Disamping itu perlu juga diingat bahwa ilmu sains atau teknologi selalu menjadi usang dengan berjalannya waktu, sedangkan ilmu yang menjadikan kita taat pada Allah dan Rasul~Nya tidak akan pernah usang dimakan zaman.

Ilmu dapat diibaratkan seperti baterai (aki) mobil. Semakin sering mobil itu digunakan, maka akan  semakin besar pula muatan listrik baterai tersebut. Sebaliknya, jika mobil itu jarang digunakan maka baterainya akan menjadi lemah dan akhirnya rusak. Rasulullah saw dalam hal ini pernah mengingatkan :

"Barangsiapa mengamalkan apa-apa
yang ia  ketahui,  maka Allah akan mewaris-
kan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya,
 dan Allah akan menolong dia dalam amalannya
 sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa
yang tidak mengamalkan ilmunya, maka ia ter-
 sesat  oleh ilmunya itu,  dan Allah tidak meno-
long dia dalam amalannya,  sehingga ia
akan mendapatkan neraka.”

Disamping ilmu akan menjadi 'rusak' bila tidak diamalkan, ia juga akan 'rusak' bila pemiliknya merasa tinggi (sombong) dengan ilmu-nya itu; yaitu sebagaimana banjir yang menghancurkan tempat yang tinggi.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa Ia akan meninggikan orang yang berilmu (Al-Mujaadilah11), namun perlu diingat : memiliki banyak ilmu tapi tidak terwujud dalam perbuatan tidaklah ada gunanya.

Wahai manusia! Ilmu yang tak mem-
buahkan perbuatan, laksana petir dan guntur
yang tak membawa hujan!
Hadits Qudsi

Sayidina Ali bin Abi Thalib yang oleh Rasulullah saw. dijuluki sebagai pintu gerbangnya ilmu mengatakan, "Tiada kekayaan lebih utama daripada akal. Tiada kepapaan lebih menyedihkan daripada kebodohan.  Tiada  warisan  lebih baik  daripada  pendidikan."
Inilah  jawaban-jawaban dari  Imam Ali bin Abi Thalib  ketika ditanya tentang mana yang lebih utama antara ilmu dengan harta :

1)"Ilmu lebih utama daripada harta, ilmu adalah pusaka para Nabi, sedang harta adalah pusaka Karun, Fir’aun, dan para pengumbar nafsu.”
2)"Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau yang harus menjaganya”
3)“Harta itu jika engkau 'tasarrufkan' ( berikan ) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau 'tasarrufkan' malahan bertambah"
4)“Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu disebut dengan nama keagungan dan kemuliaan".
5)“Pemilik harta itu musuhnya banyak, sedang pemilik ilmu temannya banyak.”
6) “Ilmu lebih utama daripada harta, karena di akhirat nanti pemilik  harta akan dihisab, sedang orang berilmu akan memperoleh syafa'at.”
7)“Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tak akan rusak dan musnah walau ditimbun zaman.”
8)“Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya.”
9)“Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat harta  yang  dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena ilmunya.”

Prof. Dr. Hamka berkata :

"Ilmu itu tiang untuk kesempurnaan akal. Bertambah luas akal, bertambah luaslah hidup, bertambah datanglah bahagia. Bertambah sempit akal, bertambah  sempit pula  hidup, bertambah datanglah celaka."

IMAN TANPA ILMU SAMA DENGAN PELITA DI TANGAN BAYI,
SEDANGKAN ILMU TANPA IMAN BAGAIKAN PELITA DI TANGAN PENCURI.



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir. Permadi Alibasyah
Gambar: www.pixabay.com

Senin, 12 Juni 2017

KETIKA ALLAH BERKATA TIDAK.....

Ketika Allah berkata tidak .....

Ya Allah, ambillah kesombonganku dariku ...
"Tidak. Bukan  AKU  yang mengambil, tapi  kau  yang harus menyerahkannya!"

Ya Allah, berilah aku kesabaran ...
"Tidak. Kesabaran diperoleh dari ketabahan dalam menghadapi cobaan.  AKU tidak memberikan kesabaran, engkau harus meraihnya sendiri!"

Ya Allah, berilah aku kebahagiaan ...
"Tidak. AKU memberi keberkahan dan hikmah, sedangkan kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri!"

Ya Allah, jauhkan aku dari kesusahan ...
"Tidak. Penderitaan akan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu padaKu!"

Ya Allah, beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat ...

"Tidak. AKU beri kau akal dan kalbu serta Al-Qur'an, supaya kau dapat menikmati kehidupan!"










Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar: www.pixabay.com

Senin, 29 Mei 2017

WAKTU NAFAS YANG TAK KAN KEMBALI.....

Manusia hanyalah pengendara di atas punggung usianya

Digulung hari demi hari, bulan, dan tahun tanpa terasa

Nafasku terus berjalan, setia menuntunku ke pintu kematian

Sebenarnya dunialah yang kujauhi dan liang kuburlah yang kudekati

Satu hari berlalu, berarti satu hari berkurang umurku

Umurku yang tersisa di hari ini sungguh tidak ternilai harganya, sebab esok hari belum tentu jadi bagian dari diriku


Karena itu, jika satu hari berlalu tapi tiada pahala dan keyakinanku yang bertambah, apalah arti hidupku di mata Allah.



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar: www.pixabay.com

Senin, 15 Mei 2017

TAFAKUR ( MERENUNG ) SEBAGAI JALAN MASUKNYA HIKMAH
Bagian 3


Apa yang harus ditafakuri ?

Sesungguhnya buah dari tafakur adalah keyakinan-keyakinan Ilahiyyah yang akan memudahkan kita dalam pengendalian diri agar dapat selalu taat pada keinginan Allah dan Rasul~Nya. Oleh karena itu banyak obyek yang dapat ditafakuri, antara lain : 
  • Bertafakur mengenai  tanda-tanda  yang  menunjukkan kekuasaan Allah; akan lahir darinya rasa tawadhu (rendah hati) dan rasa takzim akan  keagungan Allah,
  • Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan; akan lahir darinya rasa cinta dan syukur kepada Allah,
  • Bertafakur tentang janji-janji Allah; akan lahir darinya rasa cinta kepada akhirat,
  • Bertafakur tentang ancaman Allah; akan lahir darinya rasa takut kepada Allah,
  • Bertafakur tentang sejauh mana ketaatan kita kepada Allah sementara Ia selalu mencurahkan karunianya kepada kita; akan lahir darinya kegairahan dalam beribadah.

 Contoh-contoh tafakur :
  1. Bila direnungkan, sedetik dari hidup ini pun sudah mukjizat. Bagaimana kita bisa bernafas, punya jantung yang berdetak, mata berkedip, telinga yang dapat mendengar, lidah yang dapat merasakan kenikmatan makanan, dan seterusnya. Semuanya sungguh menakjubkan! Ketika gigi kita tanggal satu, kita menjadi susah makan. Ya Allah, gigi satu hilang begitu susahnya. Sekian tahun Engkau berikan gigi itu, baru sekarang disadari artinya ketika dia copot.  Satu gigi menjadi begitu bernilainya, lalu bagaimana dengan tangan, hidung, mata, telinga dan otak? Dengan bertafakur seperti ini, akan timbul rasa malu. Betapa Allah telah memberikan karunia yang sangat banyak, tetapi kita tidak mengabdi kepada~Nya dengan bersungguh-sungguh.
  2. Untuk tafakur yang agak berat, marilah kita ikuti renungan kekhawatiran seorang manusia yang sadar akan adanya kehidupan setelah kematian :
Sesaat setelah rohku berpisah dengan jasad, yaitu ketika aku mulai memasuki alam kehidupan yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat yang memberikan salam kepadaku :   Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau dunia yang meninggalkanmu? ‚ Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau dunia yang merengkuhmu? Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau dunia yang mematikanmu?

Ketika jasadku digeletakkan menunggu untuk dimandikan, mampukah  aku tegar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat kepada- ku :  Wahai anak Adam, dimanakah tubuhmu yang kuat itu, mengapa kini engkau tidak berdaya?  ‚ Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang lantang dulu, mengapa kini engkau terdiam?  Wahai anak Adam, dimanakah orang-orang yang mengasihimu, mengapa kini mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya?

Sewaktu mayatku dibaringkan di atas kain kafan, siap dibungkus, mampukah aku menuruti apa yang dikatakan malaikat :   Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa bekal!  ‚ Wahai anak Adam, pergilah dari rumahmu dan jangan kembali!  Wahai anak Adam, naikilah tandu yang tidak akan pernah engkau nikmati lagi setelah itu!

Tatkala jenazahku dipikul di atas keranda, sanggupkah aku bersikap anggun seperti seorang raja yang ditandu perajurit, ketika malaikat berseru kepadaku :  Wahai anak Adam, bahagialah engkau apabila engkau termasuk orang-orang yang bertobat, ‚ Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila selama di dunia engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul~Nya,  Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila yang menjadi teman abadimu di alam kubur adalah ridha Allah, celakalah engkau apabila teman abadimu murka Allah!

Ketika aku dibaringkan untuk dishalati, akankah diriku mampu bersikap 'manis' tatkala malaikat berbisik di telingaku :  Wahai anak Adam,       semua perbuatan yang telah engkau lakukan akan engkau lihat kembali,  ‚ Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam amal   soleh maka bergembiralah,  Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam kemaksiatan menuruti nafsu, maka sambutlah penderitaan akibat keenggananmu mengabdi kepada~Nya!

Sewaktu jasadku berada di tepi kubur siap untuk diturunkan ke liang     lahat, akankah lidahku kelu menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik lirih :   Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah cacing ini?   ‚ Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah yang gelap ini?  Wahai anak Adam, siapakah temanmu yang kau ajak menemanimu dalam penantian panjang ini?

Tatkala aku sudah diletakkan di liang kubur, masih mampukah aku tersenyum menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepada-ku :   Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergelak tawa, kini setelah berada di perutku apakah engkau akan tertawa juga, ataukah engkau akan menangis menyesali diri?  ‚ Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergembira ria, kini setelah berada di perutku apakah kegembiraan itu masih tersisa, ataukah engkau akan tenggelam dalam duka nestapa? Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bersilat lidah, masihkah kini engkau "bernyanyi" ataukah engkau akan diam membisu seribu bahasa bergelut dengan penyesalan?

Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit bumi tanpa daya dalam liang lahat, sementara sanak keluargaku beserta teman-teman karibku pulang ke rumahnya masing-masing, akankah kecemasan menguasai diriku  ketika Allah swt berfirman : "Wahai hamba~Ku, sekarang engkau terasing-kan sendirian. Mereka telah pergi meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal dulu engkau membangkang tidak mau taat kepada~Ku semata-mata untuk kepentingan mereka. Balasan apa yang engkau peroleh dari mereka? Masih pantaskah engkau mengharapkan surga~Ku?"

    
    Saduran bebas dari : "Jalan ke Hadirat Allah" : Syamsul Rizal.



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir. Permadi Alibasyah
Gambar : www.pixabay.com

Senin, 01 Mei 2017

TAFAKUR ( MERENUNG ) SEBAGAI JALAN MASUKNYA HIKMAH
Bagian 2


Seorang ulama besar bernama Hasan Al-Basyri pernah berkata : "Tafakur itu seperti cermin yang dapat menunjukkan kebaikanmu dan kejelekanmu. Dengan cermin itu pula manusia dapat melihat keagungan dan kebesaran Allah. Disamping itu, dengan cermin itu pula manusia dapat melihat tanda-tanda yang diberikan~Nya, baik yang jelas maupun yang samar, sehingga akhirnya ia dapat berlaku lurus di dalam pengabdian kepada~Nya."

Kebanyakan manusia begitu royal menghabiskan waktu untuk memikirkan harta, jabatan, ataupun urusan keduniawian lainnya, tetapi demikian pelitnya meluangkan waktu untuk bertafakur.  Padahal dengan tafakur pandangan kita akan mampu menembus ke dalam perut bumi sementara orang lain hanya dapat melihat sebatas permukaannya saja. Dengan tafakur kita akan dapat merasakan alam akhirat, sementara orang lain hanya mampu merasakan dunia. Dan dengan tafakur kita akan mampu meletak-kan dunia di tangan, sementara orang lain meletakkannya di hati.

Walaupun keutamaan bertafakur ini sudah tak terbantahkan tetapi mengapa sedikit sekali orang yang mau bertafakur? Hal ini penyebabnya tidak lain karena mereka membiarkan pikiran dan hatinya dibelenggu oleh kentalnya masalah keduniawian. Karena ketika hati seseorang dipenuhi oleh khayalan, impian-impian mustahil, senda gurau yang tidak berguna, serta pengetahuan yang tidak bermanfaat, maka hidayah akan menjauh darinya.


Dengan demikian, selama orang tidak mau memangkas hal-hal yang dapat merusak keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat di hatinya, maka selama itu pula ia akan lalai untuk bertafakur. Itulah mungkin sebabnya Luqman Al-Hakim memberikan nasihat kepada anaknya, "Janganlah engkau memasuki dunia yang dapat membahayakan akhiratmu!"  


Bersambung...........



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah
Gambar: www.pixabay.com

Senin, 17 April 2017

TAFAKUR ( MERENUNG ) SEBAGAI JALAN MASUKNYA HIKMAH
Bagian 1


Adalah akan jauh lebih baik, bila kita menemukan kebenaran dari hasil perenungan sendiri daripada menerima suatu kebenaran dari orang lain ( pepatah Barat mengatakan : "I hear I forget,    I see I know, I do I understand" ).

Menerima kebenaran dan menemukan kebenaran adalah sesuatu yang berbeda. Menerima kebenaran cukuplah dengan bertaqlid      atau 'mengikut' , sedangkan menemukan kebenaran hanya akan diperoleh melalui perenungan demi perenungan yang mendalam.

Sudah menjadi sunatulah bahwa kebenaran yang ditemukan sendiri, ibarat mata air yang tak pernah kering; sedangkan kebenaran yang kita terima dari manusia, ibarat hujan di musim kemarau. Tentu saja yang dimaksud dengan kebenaran disini bukanlah kebenaran dalam konteks seperti dua tambah dua sama dengan empat, tetapi maksudnya adalah kebenaran yang sifatnya memberikan “pencerahan” bagi jiwa; misalnya saja, “perbuatan maksiat itu artinya sama dengan menanda tangani kontrak untuk tinggal di neraka.” 

Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a.  berkata :

"Janganlah kamu mengenal dan mengikuti
kebenaran karena tokohnya; tetapi kenalilah ke-
benaran itu sendiri, niscaya kamu akan
mengetahui siapa tokohnya!”

Allah menganugerahkan al-hikmah
(kepahaman yang dalam tentang Al-Qur'an
dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehen-
daki.  Dan barangsiapa yang dianugerahi al-
hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak.  Dan tak ada yang
dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.
Al-Baqarah (2):269

Nasihat Luqman Al Hakim kepada anaknya : "Wahai anakku, sesungguhnya hikmah itu mendudukkan orang-orang miskin di tempat para raja."

Raja sebagai gambaran orang yang tidak pernah susah. Orang miskin pun dapat merasakan bahagia bila memiliki banyak hikmah. Hikmah menggambarkan “pencerahan” jiwa, yaitu yang akan berfungsi mengendalikan ketentraman. Sebagai contoh orang yang jiwanya telah tercerahkan bahwa segala yang menimpanya pasti berasal dari keputusan Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang dan Maha Adil, maka niscaya ia tidak akan mudah goyah bila ditimpa musibah. Ia akan pasrah, ketentramannya pun tidak terusik.

Seperti halnya rezeki, maka hikmah ini pun hanya diberikan Allah kepada orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya; yaitu yang mau menggunakan kemampuan akal dan rasa yang dimilikinya untuk bertafakur.   Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, "Tiada ilmu yang lebih baik daripada hasil tafakur."   Dan di dalam Al-Qur'an pun, ditemukan tidak kurang dari 130 kali perintah Allah untuk berpikir (antara lain pada surat Shaad:29, Adz-Dzariyaat:20-21, Yunus:24); serta kehinaan akan menimpa orang yang tidak mau berpikir (Al-Furqan:44, Al-A'raaf:179, Al-Mulk:10).

Tafakur sudah terbukti merupakan pelita hati, karena itu apabila ia tidak dihidupkan, maka hati akan gelap gulita. Orang yang serius merenungi tentang apa-apa yang telah Allah ciptakan; atau pun tentang sakratulmaut, siksa kubur, maupun kesulitan-kesulitan yang akan dijumpai di hari kiamat kelak, niscaya akan mendapatkan pencerahan jiwa. Demikian besar keutamaan bertafakur, sehingga Rasulullah pun pernah bersabda: "Bertafakur sejenak lebih baik daripada ibadah satu tahun".  Mengapa Rasulullah berwasiat demikian? Saya menduga, hal ini semata-mata karena beliau ingin menyelamatkan umatnya agar kelak tidak dijadikan untuk isi neraka, sebagaimana peringatan tegas Allah dalam Al-Qur'an :

Dan sesungguhnya Kami ciptakan
untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan
dari jin dan manusia. Mereka mempunyai
hati tapi tidak dipergunakan untuk memaha-
mi ( ayat-ayat Allah ), mempunyai mata tidak
 dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda
 kekuasaan Allah), mempunyai telinga tidak
 dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat
Allah).  Mereka itu seperti binatang ternak,
 bahkan lebih  sesat lagi.   Mereka itulah
orang-orang yang lalai.

Al-A'raaf (7):179



bersambung......................


Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir. Permadi Alibasyah
Gambar : www.pixabay.com

Selasa, 04 April 2017

KEYAKINAN AKAN MATI

Pupuklah keyakinan bahwa cepat atau lambat kita semua  pasti akan mati. Hal ini penting, karena dengan modal keyakinan ini memudahkan kita untuk dapat merasakan adanya negeri akhirat. Selanjutnya kita akan dapat menerima, bahwa tempat kita di negeri akhirat itu tergantung dari bekal atau pahala yang kita bawa dari dunia. "Kesadaran" akan hal ini akan dapat memotivasi, bahwa kehidupan di dunia pada hakikatnya adalah semata-mata arena untuk mengumpulkan pahala, yaitu dengan jalan taat dan patuh melaksanakan "aturan main" yang ditentukan Allah dan Rasulullah, yang antara lain: mendirikan shalat, berserah diri, sabar waktu ditimpa musibah atau sabar waktu diperlakukan zalim oleh orang, meninggalkan perbantahan sedangkan kita merasa benar, berlaku baik, menolong orang yang sedang kesusahan, tidak iri hati / dengki, tidak takabur / sombong, tidak riya atau pamer, membantu dalam pekerjaan keluarga, tidak menyakiti hati orang dan tidak memutuskan persaudaraan, menjauhkan diri dari sikap amarah, berlaku bijaksana waktu disakiti orang, selalu memohon ampun bila terlanjur melakukan pembangkangan, tidak bergunjing atau membicarakan aib orang, tidak berburuk sangka, tidak berlaku zalim ( baik itu zalim tindakan, ucapan atau pun pikiran ), selalu senyum, memaafkan orang yang menganiayai kita, selalu ingat Allah  ( di waktu duduk, berjalan maupun berbaring ), mendamaikan permusuhan, memuliakan tamu, memenuhi undangan, menjenguk yang sakit, mengajak orang ke jalan Allah, memenuhi janji, berlaku baik terhadap tetangga, mengeluarkan zakat atau sedekah, tidak kikir, menjaga kebersihan, mendoakan orang tua, tidak durhaka kepada orang tua, berlaku lemah lembut kepada pembantu, menghantarkan jenazah, menuntut ilmu yang bermanfaat, mengamalkan ilmu, menyantuni anak yatim, bersyukur bila menerima nikmat~ Nya, melaksanakan haji, tidak melakukan syirik, bekerja, dan lain-lain sebagainya.


Untuk dapat memudahkan taat pada aturan main yang dibuat Allah dan  Rasulullah  saw., kita   harus  memiliki  fundamen-fundamen yang mantap, yaitu berupa pengertian yang mendalam mengenai konsepsi-konsepsi Allah tentang manusia. Jangan mengharapkan pengertian ini datang secara instant, karena pengertian ini hanya  akan dikuasai setelah melalui proses pencarian yang sungguh-sungguh [Al-Israa:19]. Bila kita  tidak pernah “menghidupkan” proses ini, maka kita tidak akan dapat mengerti secara haqul yaqin konsepsi-konsepsi Allah terhadap manusia. Semakin dini proses ini dihidupkan, maka semakin lengkap dan dalam pengertian yang akan diperoleh. Oleh karena itu, bila kita mulai menghidupkan proses ini di usia 60-an misalnya, maka dengan umur yang tersisa, akan sedikit sekali pengertian yang dapat diperoleh. Dan ini berarti semakin sulit pula kita dapat taat pada keinginan-keinginan~Nya.


Fakta sejarah menunjukan, potensi mendapatkan “pencerahan” paling kuat terdapat pada usia muda, bukan pada usia lanjut. Pemeluk dan pengikut setia para nabi pun pada awalnya adalah para pemuda. Tatkala nabi Musa as. mengajak kaumnya untuk menyembah Allah, maka hanya para pemuda sajalah yang mau mengikuti seruannya [Yunus:83]. Begitu juga pada awal Rasulullah saw. menyampaikan risalah Islamnya, para pemudalah yang lebih dulu menyambutnya. Pemuda-pemuda itu antara lain Umar bin Khatab, Sa'ad bin Abi Waqash, Mua'dz bin Jabal, Abdullah bin Mash'ud, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair bin Awwam, Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain yang rata-rata baru menginjak usia 20 tahun. Adapun Abu Bakar Ash-Shiddiq saat itu usianya belum mencapai 40 tahun. Demikian pula ketika masyarakat keranjingan menyembah berhala, tampil pula pemuda Ibrahim yang menghancurkan berhala yang mereka sembah [Al-Anbiyaa':60]. Kita pun mengenal sikap teguh para pemuda yang menentang kompromi antara kebatilan dan kebenaran dalam kisah para penghuni gua (ashabul kahfi); yang pada akhirnya mereka ditidurkan Allah selama 309 tahun [Al-Kahfi:25]. Begitu juga para nabi seperti nabi Muhammad saw., Yusuf as, Isa as., dan lain-lainnya; mereka menjadi nabi dalam usia muda. Hal ini semua menunjukan bahwa potensi untuk menangkap “pencerahan” itu boleh jadi paling kuat terdapat pada usia muda, bukan setelah tua. Sungguh benar ungkapan bijak yang mengatakan, "Bila seseorang telah mencapai usia 40 tahun namun belum juga tergerak mempelajari Islam, niscaya ia akan mengalami kesulitan yang luar biasa untuk dapat menjadi Muslim yang baik."

Percuma di dunia menjadi orang terpandang,

kalau di tempat tujuan akhir kelak tidak masuk surga!



Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah


Senin, 20 Maret 2017

ORANG SUKSES


Orang yang sukses dalam hidup di dunia, bukanlah orang yang berhasil mengumpulkan harta yang banyak atau pun meraih  pangkat yang tinggi, tetapi orang yang sukses  hidupnya adalah orang yang berhasil mengumpulkan pahala yang banyak.

Perhatikanlah sabda Rasulullah saw. berikut :

"Adapun  'orang-orang yang tinggi besar'  itu,  akan  dihadapkan di hari kiamat, sedangkan nilai  timbangannya di sisi Allah tidak lebih dari sehelai sayap seekor nyamuk."

'orang-orang yang tinggi besar' itu dimaksudkan sebagai ejekan  terhadap orang yang merasa besar karena kedudukannya, merasa tinggi karena pangkatnya, serta menggelembungkan diri karena kekayaannya.

Usaha yang harus dilakukan agar dapat mengumpulkan pahala yang banyak sebagaimana dimaksud di atas, yaitu dengan jalan mentaati aturan-aturan~Nya secara sadar (lillahi ta'ala); baik aturan mengenai kewajiban manusia terhadap Tuhan, maupun aturan mengenai kewajiban manusia terhadap manusia lainnya (lihat lampiran 1). Hal ini memang tidak mudah, tetapi kelak akan berbuah kenikmatan yang luar biasa. Ingatlah pada waktu kita di bangku sekolah dahulu. Bukankah ketika itu kita membenci sekolah dan sering mengkhayalkan suatu kebebasan? Apakah kita akan mencapai derajat yang baik di masyarakat bila pada waktu itu kita mogok meneruskan sekolah? Tentu tidak. Oleh karena itu, bersabarlah dalam berjuang menjalani aturan Allah, sebagaimana yang telah berhasil kita lakukan waktu menjalani sekolah dahulu.
 Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Tirmizi, Rasulullah saw. bersabda bahwasanya Allah telah berfirman : "Telah Ku sediakan balasan untuk hamba~Ku yang saleh apa-apa yang belum pernah dilihatnya, dan belum pernah didengarnya; malahan tak pernah terangan-angan di dalam pikirannya."     
Renungkan pula baik-baik ayat-ayat Al-Qur'an berikut ini :

Barangsiapa di antara kamu yang
patuh kepada Allah dan Rasul~Nya, dan
mengerjakan perbuatan baik,  niscaya akan 
Kami berikan pahala dua kali lipat, dan untuk
 mereka Kami sediakan rezeki yang banyak.
Al-Ahzab (33):31

Barangsiapa yang mengikuti petunjuk~Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
 dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Al-Baqarah (2):38

Hai orang-orang yang beriman,
jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberikan kepadamu furqan dan
 menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu
 dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar.
Al-Anfaal (8):29

Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul~Nya, niscaya Allah memasukkannya
ke dalam surga. Dan barangsiapa yang men-
durhakai Allah dan Rasul~Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan~Nya, niscaya Allah me-
masukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya,  dan baginya
siksa yang menghinakan.
An-Nisaa' (4):13, 14

Dan barangsiapa yang mentaati Allah
dan Rasul~Nya,  mereka itu akan bersama-
sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shad
-diiqiin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah
 teman yang sebaik-baiknya.

An-Nisaa' (4):69

Sumber : Buku Bahan Renungan Kalbu Ir.Permadi Alibasyah

Gambar: www.pixabay.com